Minggu, 25 Desember 2011

Tulisan bahasa inggris akibat kurang perhatian pada anak

akibat kurang perhatian pada anak

Anak adalah aset generasi mendatang yang sangat berharga. Bisa dikatakan bahwa baik buruknya hari depan sebuah bangsa ditentukan oleh tangan-tangan pengembannya. Dalam hal ini ditangan anaklah tergenggan masa depan umat. Wajar bila setiap manusia dewasa yang menyadari masalah ini mempersiapkan strategi pendidikan yang baik untuk anak-anak. Tidak hanya itu, proses tumbuh kembang pun sangat diperhatikan dalam rangka mengarahkan dan membimbing mereka menuju tujuan yang diinginkan. Maka perhatian terhadap hak-hak anak menjadi suatu keharusan untuk mewujudkan cita-cita ini, yaitu membentuk generasi masa depan yang berkualitas.

Pengaruh Masalah Kejiwaan Yang Dialami Orangtua Terhadap Cara Memperlakukan Anak

Beberapa hasil penelitian tentang masalah-masalah kejiwaan yang dialami orangtua dan berpengaruh terhadap tindakan penyiksaan dan atau penganiayaan terhadap anak dapat di bedakan sebagai berikut:

Gangguan Jiwa atau Gangguan Kepribadian
Depresi
Pecandu Obat Terlarang / Alkoholik
Masalah Perkawinan

Masih adakah hak anak dalam Lingkungan Keluarga ?
Lingkungan keluarga menjadi tempat awal bagi anak untuk tumbuh dan berkembang. Sejak anak berada dalam rahim ibu, dilahirkan, masa penyusuan, pengasuhan sampai ia tamyiz, lingkungan keluarga memiliki peran yang besar. Beberapa hal yang menyebabkan tidak terpenuhinya hak anak dalam lingkungan ini antara lain :



a. Persoalan-persoalan antara orang tua yang menyebabkan kelalaian terpenuhinya hak anak Anak membutuhkan kasih sayang dan perhatian dari keluarganya (orang tuanya). Cekcok antara ayah dan ibu seringkali membawa dampak buruk pada anak. Anak yang seharusnya mendapat kasih sayang dan pendidikan harus mengalami masa yang kritis untuk berpisah dengan ayah dan ibunya. Pada usia balita, anak-anak yang kurang mendapat kasih sayang dan perhatian orang tuanya seringkali pemurung, labil dan tidak percaya diri. Ketika menjelang usia remaja kadang-kadang mereka mengambil jalan pintas, dan minggat dari rumah dan menjadi anak jalanan. Ketenangan yang ia rindukan berubah suram. Pendidikan yang semestinya ia dapatkan menjadi hilang.

b.Salah faham orang tua terhadap target pendidikan Kini tak jarang dijumpai orang tua yang menginginkan anaknya menjadi anak produktif versi materialisme. Anak harus terpatok oleh jam disiplin orang tua. Hal ini biasanya berbuntut rasa tertekan yang dialami oleh anak. Seperti yang terjadi pada Nn, anak kelas V SD swasta di Jakarta Selatan, selepas kegiatan belajar di sekolah hanya ada waktu satu jam untuk makan dan ganti baju. Pukul 14.00 ia harus segera mengikuti kursus/les yang diwajibkan oleh orang tuanya. Sang ibu membantah jika kesibukan anak merupakan ambisinya. Menurut ibu tersebut akan jadi apa dia nanti kalau enggak seperti itu, sementara tahun 2000 adalah tahun politik pasar bebas (Republika, 23/7/95). Ternya ta yang mendasari para orang tua untuk memperlakukan anak demikian, adalah globalisasi dunia yang makin mendepak kehidupan manusia. Adanya politik pasar bebas ternyata cukup menghantui keluarga ibu dari Nn.Pakar pendidikan Prof. Dr. Utami Munandar berpendapat bahwa menjejalai anak dengan beragam les dengan dalih untuk masa depan tak bisa dibenarkan. Anak mempunyai hak untuk bermain. Menurutnya kurikulumlah yang bertanggung jawab terhadap masa depan anak. Sehingga les tak diperlukan bila kurikulum pendidikan telah baik (Republika, 23/7/95). Dengan demikia njelaslah bahwa kurikulum pendidikan tidak berisi transfer informasi belaka. Pada masa pendidikan anak sampai menjelang baligh (terutama masa sebelum tamyiz), pribadi anak harus dibentuk terutama oleh orang tua. Tidak hanya pembentukan pola fikirnya namun juga kejiwaan anak.

c.Kurangnya interaksi orang tua dengan anak Kesibukkanorang uta yang berlebihan, terutama ibu, menyebabkan anak kehilangan perhatian. Seorang ibu yang berkarir di luar rumah misalnya dan karirnya banyak menghabiskan waktu, lebih banyak menghadapi masalah kekurangan interaksi ini. Bisa dibayangkan, bila dalam sehari ibu hanya punya waktu paling banyak 2 – 3 jam bertemu dengan anak. Anak lebih dekat dengan pengasuh atau pembantunya. Apa yang bisa ditargetkan ibu dalam pengasuhan serta pendidikan anak di lingkungan keluarga ini ? Apalagi dalam hal informasi, anak-anak disuguhi dengan materi-materi televisi yang kurang atau bahkan tidak lagi memperhatikan aspek negatif pada anak-anak. Pada faktanya televisi tidak mampu menjadi orang tua yang baik, karena acara-acara yang ditayangkan tidak semuanya baik. Dr. Seto Mulyadi (lebih dikenal dengan sebutan Kak Seto), seorang psikolog mengungkapkan : “Masih ada film anak-anak yang kurang mendidik dan terkesan merangsang anak melakukan tindakan destruktif yang diputar di stasiun televisi di Indonesia." ” (Republika, 3/5/95)
Seorang ibu yang tidak memperhatikan apa yang terjadi pada diri anak, atau dalam hal ini tidak menjalin interaksi dengan anak, akan sulit mengontrol informasi-informasi yang masuk pada diri anak.

Kurangnya interaksi orang tua dengan anak ini menyebabkan pula anak kehilangan peran orang tua. Dr. Alwi Dahlan (Republika, 3/5/95) mengatakan bahwa sekitar 50 – 60 juta anak Indonesia dibesarkan oleh televisi yang mengusik pikiran. Nilai-nilai masyarakat Amerika masih mewarnai acara televisi masuk ke bilik keluarga. Sampai-sampai Alwi mengatakan : “ Jangan-jangan anak sekarang bukan anak bapak atau ibunya tetapi anak Mc Gyver “. Hal lain yang merupakan akibat dari kurangnya interaksi orang tua dengan anak adalah kurangnya pengetahuan dan perhatian terhadap hak-hak anak. Akhirnya kebutuhan anak dalam arti hak-hak mereka tidak terpenuhi.



d.Eksploitasi anak dalam ekonomi keluarga Pada kelompok masyarakat marginal (pinggiran), keterdesakan ekonomi keluarga seringkali menyebabkan anak menjadi korban. Hal ini sering kali disebabkan oleh ketidakfahaman orang tua terhadap tanggung jawab mereka untuk memenuhi hak-hak anak. Atau memang kondisi ekonomi keluarga benar-benar sulit. Maka hak anak untuk mendapatkan jaminan nafkah tidak terpenuhi. Timbul pula gejala mempekerjakan anak. Anak terpaksa putus sekolah karena tidak bisa membayar SPP. Mereka punturut membanting tulang untuk mencari nafkah. Seperti yang dialami Tuti (9 th) dan Udin (11 th), putra dari Wasmi, mereka harus ikut membantu ibunya demi memperoleh pengganjal perut. Saat ini masih ada ratusan bahkan ribuan keluarga seperti Wasmi. Para orang tua yang terpaksa harus lebih cepat membuat anak memikul beban ekonomi secara mandiri. Alasan ekonomi sulit ini yang membuat bocah-bocah seperti Tuti dan Udin harus membuang keceriaan masa permainan, masa pendidikan, masa kasih sayang dan kemanjaan serta ketergantungannya. Mereka terpaksa harus mandiri agar bisda tetap hidup di ibu kota yang keras ini. Biasanya kelompok anak jalanan melakukan aktivitas jalanan _mencari penghasilan_ rata-rata delapan jam sehari. Bagi mereka aktivitas sekolah masuk urutan kesekian. Mereka mengatakan tak punya waktu untuk sekolah, di samping alasan ekonomi.

Dua hal yang perlu kita perhatikan untuk mengetahui bahwa anak itu kurang perhatian. Kita bisa mulai mencermati melalui dua tipe anak yaitu:
  • Tipe anak yang cenderung agresif, yang mengganggu anak lain, yang memberontak, yang tidak sabar, yang mudah meledak.
  • Tipe anak yang terlalu menarik diri, mengurung diri, tidak sosial, tidak mau bergaul dengan teman-teman dan cenderung menyendiri.

sumber : http://www.angelfire.com/md/alihsas/lingkungan.html/http://psikologianakindonesia.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar